BERITA

Caleg Bicara Toleransi | Andreas Eddy Susetyo: Toleransi di Indonesia Itu Harga Mati

Faktor usia dan kesuksesan karir di dunia perbankan membuat pria ini mencoba mengajukan diri menjadi calon legislatif. Namanya Andreas Eddy Susetyo, arek Malang yang kini berusia 54 tahun.

AUTHOR / Dhina Chahyantiningsih

Caleg Bicara Toleransi | Andreas Eddy Susetyo: Toleransi di Indonesia Itu Harga Mati
Caleg Bicara Toleransi, Andreas Eddy Susetyo

KBR68H, Malang – Faktor usia dan kesuksesan karir di dunia perbankan membuat pria ini mencoba mengajukan diri menjadi calon legislatif. Namanya Andreas Eddy Susetyo, arek Malang yang kini berusia 54 tahun.

“Pepatah lama mengatakan, hingga usia 25 tahun, kita berbuat untuk diri kita sendiri. Usia 25-50 tahun, kita berbuat demi keluarga. Di usia 50 tahun ke atas, saatnya kita mengabdi untuk masyarakat,” tutur salah satu caleg DPR RI Dapil V Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu) Nomor 4 dari PDI Perjuangan itu.

Lulusan terbaik di Teknik Elektro ITS Surabaya hampir dua puluhan tahun melang-melintang di bidang perbankan. Tahun 1995 silam, di usianya 35 tahun, ia sudah menjabat sebagai executive management PT Bank Niaga. Sejak 2001 lalu, ia juga berhasil mengantarkan Bank Mandiri mengintegrasikan layanan teknologinya atau core banking system (CBS). Ia pun pernah mengenyam berbagai posisi penting di perusahaan multinasional seperti IBM dan Bank of Macau.

Setelah berkecimpung di dunia perbankan, kini saatnya Andreas ingin mendedikasikan dirinya untuk bangsa dan negara. Perkenalannya dengan Politikus PDIP Kwin Kian Gie dan Laksamana Sukardi menginspirasi dia untuk  terjun ke dunia politik. Menurut Andreas, masalah di Indonesia sangat komplek, sehingga dibutuhkan kejelian untuk mengatasi berbagai masalah bangsa.

Ditanya soal toleransi, Andreas dengan lantang mengatakan, toleransi di Indonesia itu harga mati. Karena Indonesia memiliki beragam suku dan agama.

“Hidup berdampingan dengan suku, dan agama yang berbeda-beda, seharusnya toleransi bukan menjadi permasalahan lagi, semestinya begitu,” kata pria yang juga pernah mengenyam pendidikan di  perguruan tinggi bergengsi, Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Kembali pada Pancasila dan Bhineka Tungal Ika, itu kuncinya, agar toleransi di masyarakat Indonesia bisa berjalan dengan mulus.

“Sebenarnya kan ini sudah diatur ya, di Pancasila, ada sila persatuan Indonesia, ada juga sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sudah jelas itu, Indonesia harus bersatu walau terdapat beragam suku adat dan agama, terus pemahaman semboyan bangsa kita, Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu juga, Indonesia ini satu, ya Indonesia, tak perlu mempersoalkan perbedaan suku, agama,” papar Andreas dengan penuh semangat.

Jadi akan sangat menyakitkan bagi Andreas, bila ada perang antarsuku, ataupun karena alasan agama. Bagi dia, warga belum sepenuhnya memahami Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Pengertian, dan saling menghormati, bisa mnejadi landasan utama warga agar tidak terjadi konflik suku ataupun agama. 

Terkait kondisi di daerah pemilihannya, ia mengatakan, di Malang Raya belum mendengar ada persoalan toleransi yang berakhir dengan konflik. Andreas beberapa kali mendapatkan laporan soal sulitnya membangun tempat ibadah di beberapa lokasi.

“Kalau menurut saya, pembangunan tempat ibadah itu sudah ada aturannya. Selama itu tidak menyalahi aturan, kenapa harus dilarang oleh warga sekitar, bukannya kebebasan beragama dan menjalan idbadahnya juga sudah diatur dalam undang-undang?” tegas Andreas.

Andreas juga sering bertemu dengan banyak tokoh forum kerukunan umat beragama di Malang. Ia berdiskusi dengan beragam topik, persoalan di masyarakat, bukan saja soal agama, tetapi juga pendidikan, kesehatan dan lainnya. Selama berdiskusi dia dapat merasakan atmosfer yang  sangat guyub, hangat dan bersahabat. Sehingga permasalahan toleransi di Malang Raya tidak perlu dicemaskan. Dia yakin, warga Malang sudah sangat menyadari betul soal toleransi beragama.

Editor: Anto Sidharta

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!